Kamis, 09 Juni 2016

PERKEMBANGAN BAHASA ANAK USIA 6-12 TAHUN


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Perkembangan bahasa atau komunikasi pada anak merupakan salah satu aspek dari tahapan perkembangan anak yang seharusnya tidak luput juga dari perhatian para pendidik pada umumnya dan orang tua pada khususnya. Pemerolehan  bahasa oleh anak-anak merupakan  prestasi manusia yang paling hebat dan menakjubkan. Oleh sebab itulah masalah ini mendapat perhatian besar. Pemerolehan bahasa telah ditelaah secara intensif sejak lama. Pada saat itu kita telah mempelajari banyak hal mengenai bagaimana anak-anak berbicara, mengerti, dan menggunakan bahasa, tetapi sangat sedikit hal yang kita ketahui mengenai proses actual perkembangan bahasa.
Perkembangan bahasa anak pada usia enam sampai dua belas merupakan sesuatu yang kompleks. Artinya banyak faktor yang turut berpengaruh dan saling terjalin dalam berlangsungnya proses perkembangan anak. Baik unsur-unsur bawaan maupun unsur-unsur pengalaman yang diperoleh dalam berinteraksi dengan lingkungan yang saling memberikan kontribusi tertentu terhadap arah dan laju perkembangan anak tersebut.
Al-Ghazali dalam bukunya yang berjudul Ihya Ulumuddin telah menyebutkan: “Perlu diketahui bahwa jalan untuk melatih anak-anak termasuk urusan yang paling penting dan harus mendapat prioritas yang lebih dari yang lainnya”. Anak merupakan amanat di tangan kedua orang tuanya dan kalbunya yang masih bersih merupakan permata yang sangat berharga. Jika ia dibiasakan untuk melakukan kebaikan (dalam lingkungan rumah tangga dan lingkungan sosial), niscaya dia akan tumbuh menjadi baik dan menjadi orang yang bahagia di dunia dan akhirat. Sebaliknya jika dia dibiasakan dengan keburukan (dalam lingkungan rumah tangga dan lingkungan sosial) serta diterlantarkan, niscaya dia akan menjadi orang yang celaka dan berdampak sangat buruk bagi perkembangan baik fisik, mental, maupun spiritual sang anak.






BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN BAHASA

Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini, tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk lambang atau simbol untuk mengungkapkan sesuatu pengertian, seperti dengan menggunakan lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan, dan mimik muka.
Bahasa merupakan faktor hakiki yang membedakan manusia dengan hewan. Bahasa merupakan anugerah dari Allah SWT, yang dengannya manusia dapat mengenal atau memahami dirinya, sesama manusia, alam, dan penciptanya serta mampu memposisikan dirinya sebagai makhluk berbudaya dan mengembangkan dirinya.
Bahasa sangat erat kaitannya dengan perkembangan berpikir individu. Perkembangan pikiran individu tampak dalam perkembangan bahasanya yaitu kemampuan membentuk pengertian, menyusun pendapat, dan menarik kesimpulan.
Perkembagan pikiran itu dimulai pada usia 1-6 tahun, yaitu pada saat anak dapat menyusun kalimat 2 atau 3 kata. Laju perkembangan itu sebagai berikut.
a.    Usia 1, 6 tahun, anak dapat menyusun pendapat positif, seperti : “bapak makan”.
b.    Usia 2, 6 tahun, anak dapat menyusun pendapat negative (menyangkal), seperti “bapak tidak makan”.
c.    Pada usia selanjutnya, anak dapat menyusun pendapat :
1.    Kritikan : “ini tidak boleh, ini tidak baik”.
2.    Keragu-raguan : “barangkali”, “mungkin”, “bisa jadi”. Ini terjadi apabila anak sudah menyadari akan kemungkinan kekhilafannya.
3.    Menarik kesimpulan analogi, seperti : anak melihat ayahnya tidur karena sakit, pada waktu lain anak melihat ibunya tidur, dia mengatakan bahwa “ibu tidur karena sakit”.[1]


B.     PERKEMBANGAN BERBAHASA ANAK USIA 6-12 TAHUN

Dengan meluasnya cakrawala sosial anak-anak, anak menemukan bahwa berbicara merupakan sarana penting untuk memperoleh tempat di dalam kelompok. Hal ini membuat dorongan yang kuat untuk berbicara dengan baik. Anak juga mendapatkan bahwa bentuk-bentuk komunikasi yang sederhana seperti menangis dan gerak isyarat, secara sosial tidak diterima. Hal ini menambah dorongan untuk memperbaiki kemampuannya berbicara. Yang paling penting, anak mengetahui bahwa inti komunikasi adalah bahwa ia mampu mengerti apa yang dikatakan orang lain. Kalau anak tidak mengerti apa yang dikatakan orang lain, tidak saja bahwa ia tidak dapat berkomunikasi, tetapi juga lebih parah lagi ia cenderung mengatakan sesuatu yang sama sekali tidak berhubungan dengan apa yang dibicarakan oleh teman-teman sehingga ia tidak diterima dalam kelompok.[2]
Belajar bahasa yang sebenarnya baru dilakukan oleh anak berusia 6-7 tahun, disaat anak mulai bersekolah. Jadi, perkembangan bahasa adalah meningkatnya kemampuan penguasaan alat berkomunikasi, baik alat komunikasi dengan cara lisan, tertulis, maupun menggunakan tanda-tanda isyarat. Mampu dan menguasai alat komunikasi disini diartikan sebagai upaya seseorang untuk dapat memahami dan dipahami oleh orang lain.[3]
Periode prasekolah merupakan waktu untuk mempelajari aturan tata bahasa transformasional (transformational grammar) yang memungkinkan mereka mengubah kalimat deklaratif menjadi kalimat dengan jenis lain seperti kalimat tanya, negasi,imperative, anak kalimat atau kalimat majemuk. Ketika memasuki sekolah, anak mempelajari banyak aturan sintaksis dari bahasa mereka dan dapat menghasilkan berbagai variasi pesaan seperti layaknya orang dewasa. Bahasa anak pada usia ini juga bertambah majemuk karena mereka lebih tertarik dengan makna dan hubungan kontras atau lawan kata. Anak prasekolah juga mulai memahami berbagai pelajaran pragmatic seperti menyesuaikan pesan mereka dengan kemampuan pendengar dalam memahami sesuatu jika mereka ingin dimengerti. Kemampuan untuk menghasilkan pesan verbal, mengenali pesan yang tidak jelas tersebut (referential communication skill) telah berkembang baik, meskipun mereka masih baru dapat mendeteksi pesan yang tidak informative dan baru belajar untuk menanyakan klarifikasi.[4]
Usia sekolah dasar merupakan masa berkembang pesatnya kemampuan mengenal dan menguasai perbendaharaan kata (vocabulary). Pada awal masa ini, anak sudah menguasai sekitar 25.000 kata, dan pada masa akhir (usia 11-12 tahun) telah dapat menguasai sekitar 50.000 kata. Dengan dikuasainya keterampilan membaca dan berkomunikasi dengan orang lain, anak sudah gemar membaca atau mendengarkan cerita yang bersifat kritis (tentang perjalanan/petualangan, riwayat para pahlawan, dsb). Pada masa ini tingkat berpikir anak sudah lebih maju, dia banyak menanyakan soal waktu dan sebab akibat. Oleh sebab itu, kata tanya yang dipergunakannya pun semula hanya “apa”, sekarang sudah diikuti dengan pertanyaan: “dimana”, “dari mana”, “ke mana”, “mengapa”, dan “bagaimana”.
Di sekolah diberikan pelajaran bahasa yang dengan sengaja menambah perbendaharaan katanya, mengajar menyusun struktur kalimat, pribahasa, kesusastraan dan keterampilan mengarang. Dengan dibekali pelajaran bahasa ini, diharapkan peserta didik dapat menguasai dan mempergunakannya sebagai alat untuk:
a.       Berkomunikasi dengan orang lain,
b.      Menyatakan isi hatinya (perasaannya),
c.       Memahami keterampilan mengolah informasi yang diterimanya,
d.      Berpikir (menyatakan gagasan atau pendapat),
e.       Mengembangkan kepribadiannya, seperti menyatakan sikap dan keyakinannya. (perasaannya).[5]
Masa kanak-kanak sampai awal masa remaja merupakan periode untuk memperhalus bahasa (linguistic refinement). Anak mempelajari pengecualian khusus dalam aturan tata bahasa dan mulai memahami struktur sintatikal yang paling majemuk. Perbendaharaan bahasa menjadi lebih meningkat. Anak memiliki pengetahuan tentang morfem yang menyusun kata-kata (morphological knowledge). Selain itu, anak juga mengembangkan kemampuan untuk berpikir tentang bahasa dan memberikan komentar dengan kata sebutan yang merupakan predictor yang baik dalam prestasi membaca. Keterampilan komunikasi referensial meningkat sejalan dengan semakin berhati-hatinya mereka untuk mengklarifikasi pesan yang tidak informative yang mereka keluarkan atau mereka terima. Kesempatan untuk berkomunikasi dengan saudara yang lebih muda atau teman sebaya memiliki kontribusi terhadap perkembangan keterampilan berkomunikasi.[6]
Pengucapan 
Kesalahan dalam pengucapan kata-kata lebih sedikit pada usia ini daripada sebelumnya. Sebuah kata baru mungkin ketika pertama kali digunakan, diucapkan dengan tidak tepat, tetapi setelah beberapa kali mendengar pengucapan yang benar, anak sudah mampu mengucapkannya secara benar. Namun tidak sedemikian halnya pada anak dari kelompok sosial yang lebih rendah yang di rumah lebih banyak mendengar kata-kata salah ucap daripada anak dari lingkungan rumah yang lebih baik , apalagi anak dari lingkungan rumah yang berbahasa dua.
Pembentukan kalimat
Anak usia enam tahun harus sudah menguasai hampir semua jenis struktur kalimat. Dari 6 sampai 9 atau 10 tahun, panjang kalimat akan bertambah. Kalimat panjang biasanya tidak teratur dan terpotong-potong. Berangsur-angsur setelah usia 9 anak mulai menggunakan kalimat yang lebih singkat dan lebih padat.
Kemajuan dalam pengertian
Dengan meningkatnya minat dalam keanggotaan kelompok maka meningkat pula minat untuk berkomunikasi dengan anggota-anggota kelompok. Anak segera mengetahui bahwa komunikasi yang bermakna tidak dapat dicapai kecuali ia mengerti arti dari apa yang dikatakan oleh orang orang lain kepadanya. Ini menimbulkan dorongan untuk meningkatkan pengertiannya.
Peningkatan dalam pengertian juga dibantu oleh pelatihan konsentrasi di sekolah. Anak segera mengetahui bahwa ia harus menaruh perhatian terhadap setiap kejadian di kelas-apa yang dikatakan oleh guru-guru dan teman-teman kalau ingin mengerti semua pelajaran dengan baik. Di beberapa sekolah, kegagalan berkonsentrasi di hukum dengan tidak boleh pulang seusai sekolah atau mengerjakan pekerjaan tambahan.
Seperti halnya dengan anak yang lebih muda, konsentrasi ditingkatkan dengan mendengarkan radio dan melihat televise dan hal ini selanjutnya meningkatkan pengertian. Di samping itu anak yang lebih besar tidak ragu-ragu bertanya tentang kata, ungkapan, bahkan kalimat yang kurang berarti bagi dirinya.
Mungkin bantuan yang paling penting untuk meningkatkan pengertian adalah peralihan yang biasanya terjadi dari pembicaraan egosentris ke pembicaraan sosial. Selama anak berbicara mengenai diri sendiri, ia selalu berpikir tentang diri sendiri. Ini menghambat pemberian perhatian terhadap apa yang dikatakan orang lain. Di lain pihak bilamana pembicaraan menjadi lebih sosial maka ada dorongan yang lebih besar untuk memperhatikan apa yang dikatakan orang lain sehingga pengertiansangat meningkat.
Isi pembicaraan
Saat anak mengalihkan pembicaraan egosentris kepada pembicaraan yang bersifat sosial tidak sepenuhnya bergantung pada usia tetapi juga bergantung pada kepribadian, banyaknya kontak sosial, kepuasan yang diperoleh dari kontak sosial dan besarnya kelompok kepada siapa ia berbicara. Semakin besar kelompok, dengan kondisi-kondisi lain yang sama, semakin sosiallah sifat pembicaraan. Juga, kalau anak bersama teman-temannya, pembicaraan umumnya tidak terlampau egosentris dibandingkan bila ia berada bersama orang-orang dewasa. Banyak orang dewasa mendorong pembicaraan egosentris pada anak-anak, sedangkan teman-temannya selain tidak mendorong juga tidak menghiraukan anak yang tetap berbicara tentang dirinya sendiri.
Anak dapat berbicara mengenai apa saja, tetapi pokok pembicaraan yang digemari bila bercakap-cakap dengan teman-temannya menjadi pengalamannya sendiri, rumah dan keluarga, ,permainan, olahraga, film, acara televise, aktivitas kelompok, seks, organ seks dan fungsi-fungsinya, dan tentang keberanian teman sebaya yang mengakibatkan kecelakaan. Bila anak bersama orang dewasa, biasanya orang dewasa yang menentukan pokok pembicaraan.
Kalau anak berbicara tentang dirinya sendiri, biasanya terjadi dalam bentuk bualan. Anak membual tentang segala hal yang berhubungan dengan diri sendiri seperti kehebatannya dalam keterampilan dan prestasi. Anak tidak terlampau banyak membual mengenai apa yang dimiliki seperti apa yang sering dilakukan oleh anak yang lebih muda. Biasanya, membual sangat umum dilakukan oleh anak antara usia 9 dan 12 tahun, terutama oleh anak laki-laki.
Anak-anak juga sering mengkritik dan menertawakan orang. Kritik dapat disampaikan secara terbuka dan juga diam-diam. Kritik terhadap orang dewasa biasanya diungkapkan dalam bentuk usulan atau keluhan, seperti “mengapa anda tidak melakukannya begini?” atau anda tidak memperbolrhkan aku melakukan hal-hal yang dilakukan oleh teman-teman lain.” Kritik terhadap anak lain sering kali dalam bentuk memaki, menggoda atau memberi komentar-komentar yang merendahkan.
Berapa banyak peningkatan dalam isi pembicaraan dan dalam cara mengungkapkan apa yang ingin dikatakan tidak sepenuhnya bergantung pada kecerdasan, tetapi juga pada tingkat sosialisasi. Anak yang popular mempunyai keinginan yang kuat untuk memperbaiki mutu pembicaraan. Dari pengalaman pribadi, anak belajar bahwa kata-kata dapat menyakitkan hati dan bahwa anak yang popular adalah anak-anak yang pembicaraannya menambah kegembiraan dalam hubungan dengan teman-teman sebaya.
Banyak bicara
Tahap mengobrol, yang merupakan ciri dari awal masa kanak-kanak, berangsur-angsur digantikan oleh pembicaraan yang lebih terkendali dan lebih terseleksi. Anak tidak lagi berbicara sekedar untuk bicara tanpa memperdulikan apakah ada yang memperhatikan. Sekarang anak menggunakan pembicaraan sebagai bentuk komunikasi, bukan sebagai bentuk latihan verbal.
Dengan berjalannya periode akhir masa kanak-kanak, banyaknya bicara makin lama makin berkurang. Mula-mula ketika anak masuk sekolah, ia masih sering melakukan obrolah tanpa arti yang banyak di lakukan pada tahun-tahun pra sekolah. Namun, anak segera mengetahui bahwa hal ini tidak lagi diperbolehkan-anak hanya boleh berbicara kalu diizinkan oleh guru.
Di dalam kelompok teman-teman sebaya, anak yang lebih besar juga menemukan bahwa berbicara terus-menerus dapat mengganggu teman-teman dan merupakan cara yang tepat untuk kehilangan teman. Di samping itu anak menemukan bahwa teman-teman juga ingin memperoleh kesempatan untuk berbicara dan tidak menyukai anak yang menguasai  pembicaraan.
Beberapa anak bicara tidak sebanyak yang diinginkan karena dicemooh oleh teman-teman berhubung “ucapan-ucapan yang lucu,” karena berbahasa dua atau karena isi pembicaraan bersifat tidak sosial sehingga dimarahi teman-teman. Anak yang lain menemukan bahwa kalau ia mencoba menguasai pembicaraan maka hal ini akan menyebabkan penolakan sosial sehingga mereka mengekang keinginan untuk berbicara.
Sepanjang tahun-tahun akhir masa kanak-kanak, anak perempuan berbicara lebih banyak daripada anak laki-laki, dan anak dari kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah. Anak laki-laki mengetahui bahwa terlalu banyak bicara kurang sesuai dengan peran seks laki-laki sedangkan anak dari kelompok sosial ekonomi lebih rendah takut ditertawakan karena mutu pembicaraannya buruk.
Secara normal, menjelang berakhirnya masa kanak-kanak, anak-anak semakin sedikit berbicara. Ini bukan disebabkan anak takut dikritik atau dicemooh melainkan merupakan sebagian dari sindroma menarik diri yang merupakan ciri dari masa puber. [7]


C.    FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANAK DALAM BERBAHASA

Pengaruh lingkungan yang berbeda antara keluarga, masyarakat, dan sekolah dalam pengembangan bahasa, akan menyebabkan perbedaan antara anak satu dengan yang lain. Hal ini ditunjukkan oleh pemilihan dan penggunaan kosa kata sesuai dengan tingkat sosial keluarganya. Keluarga dari masyarakat lapisan berpendidikan rendah atau buta huruf, akan banyak menggunakan bahasa pasar, bahasa sembarangan, dengan istilah yang “kasar”. Masyarakat terdidik yang pada umumnya memiliki satus sosial yang lebih baik, akan menggunakan istilah-istilah yang lebih efektif, dan umumnya anak-anak remajanya juga berbahasa secara lebih baik.[8]
Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh faktor-faktor kesehatan, inteligensi, status sosial ekonomi, jenis kelamin, dan hubungan keluarga.
1.    Faktor Kesehatan. Kesehatan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan bahasa anak, terutama pada awal kehidupannya. Apabila pada usia dua tahun pertama, anak mengalami sakit terus-menerus, maka anak tersebut cenderung akan mengalami kelambatan atau kesulitan dalam perkembangan bahasanya. Oleh karena itu, untuk memelihara perkembangan bahasa anak secara normal, orang uta perlu memperhatikan kondisi kesehatan anak. Upaya yang dapat ditempuh adalah dengan cara memberikan ASI, makanan yang bergizi, memelihara kebersihan tubuh anak atau secara regular memeriksakan anak ke dokter atau ke puskesmas.
2.    Inteligensi. Perkembangan bahasa anak dapat dilihat dari tingkat inteligensinya. Anak yang perkembangan bahasanya cepat, pada umumnya mempunyai inteligensi normal. Namun begitu, tidak semua anak yang mengalami kelambatan perkembangan bahasanya pada usia awal, dikategorikan sebagai anak yang bodoh.
3.    Status Sosial Ekonomi Keluarga. Beberapa studi tentang hubungan antara perkembangan bahasa dengan status sosial ekonomi keluarga menunjukkan bahwa anak yang berasal dari keluarga miskin mengalami kelambatan dalam perkembangan bahasanya dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga yang lebih baik. Kondisi ini terjadi mungkin disebabkan oleh perbedaan kecerdasan atau kesempatan belajar (keluarga miskin diduga kurang memperhatikan perkembangan bahasa anaknya), atau kedua-duanya.
4.    Jenis Kelamin. Pada tahun pertama usia anak, tidak ada perbedaan dalam vokalisasi antara pria dengan wanita. Namun mulai usia 2 tahun, anak wanita menunjukkan perkembangan yang lebih cepat dari anak pria.
5.    Hubungan Keluarga. Hubungan ini dimaknai sebagai proses pengalaman berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan keluarga, terutama dengan orang tua yag mengajar, melatih dan memberikan contoh berbahasa kepada anak. Hubungan yang sehat antara orang tua dengan anak (penuh perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya) memfasilitasi perkembangan bahasa anak, sedangkan hubungan yang tidak sehat mengakibatkan anak akan mengalami kesulitan atau kelambatan dalam perkembangan bahasanya. Hubungan yang tidak sehat itu berupa sikap orangtua yang keras/kasar, kurang kasing sayang, atau kurang perhatian untuk memberikan latihan dan contoh dalam berbahasa yang baik kepada anak, maka perkembangan bahasa anak cenderung akan mengalami stagnasi atau kelainan, seperti: gagap dalam berbicara, tidak jelas dalam mengungkapkan kata-kata, merasa takut untuk mengungkapkan pendapat, dan berkata yang kasar atau tidak sopan.[9]















BAB III
KESIMPULAN

Bahasa adalah sarana berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini tercakup semua cara berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau gerak dengan menggunakan kata-kata,kalimat, bunyi, lambang, gambar, atau lukisan. Dengan bahasa semua manusia dapat mengenal dirinya, sesama manusia, alam sekitar, ilmu pengetahuan dan nilai-nilai moral atau agama.Bahasa merupakan anugerah dari Allah SWT, yang dengnnya manusia dapat mengenal atau memahami dirinya, sesama manusia, alam, dan penciptanya serta mampu memposisikan dirinya sebagai makhluk berbudaya dan mengembangkan dirinya.
Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh faktor-faktor kesehatan, inteligensi, status sosial ekonomi, jenis kelamin, dan hubungan keluarga.Bantuan untuk memperbaiki pembicaraan pada akhir masa kanak-kanak berasal dari empat sumber. Pertama, orang tua dari kelompok sosial ekonomi menengah ke atas merasa bahwa berbicara sangat penting sehingga mereka memacu anak-anak mereka untuk berbicara lebih baik dengan memperbaiki setiap ucapan yang salah, memperbaiki kesalahan tata bahasa dan mendorong untuk berperan serta dalam setiap pembicaraan keluarga yang bersifat umum. Kedua, radio dan televise memberikan contoh yang baik bagi pembicaraan anak-anak yang lebih besar sebagaimana hal nya bagi-bagi anak-anak selama tahun-tahun prasekolah. Radio dan televise juga mendorong untuk di dengarkan secara seksama sehingga kemampuan untuk mengerti apa yang dikatakan orang lain meningkat. Ketiga, setelah anak belajar membaca, ia menambah kosa kata dan terbiasa dengan bentuk kalimat yang benar. Dan keempat, setelah anak mulain sekolah, kata-kata yang salah ucap dan arti-arti yang salah biasanya cepat diperbaiki oleh guru.
Dengan bahasa seseorang dapat menguasai hikmah dan ilmu pengetahuan. Keterampilan menggunakan bahasa dikuasai secara berangsung-angsur. Kemajuan seseorang dalam mempelajari bahasa terlihat dari perkembangan kemampuan bahasa yang dimiliki.






DAFTAR PUSTAKA

Aliah B. Purwakania Hasan, (2008), Psikologi Perkembangan Islami, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga.
Sunarto, Agung Hartono, Perkembangan Peserta Didik, Jakarta: Rineka Cipta.
Yusuf, Syamsu,(2011),Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.



[1]Yusuf, Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 118-119
[2] Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga), hal.151
[3] Sunarto, Agung Hartono, Perkembangan Peserta Didik,(Jakarta: Rineka Cipta), hal. 137
[4]Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 225
[5] Yusuf, Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 179-180
[6] Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 227
[7]Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga), hal. 151-154
[8]Sunarto, Agung Hartono, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: Rineka Cipta), hal. 138
[9]Yusuf, Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 121-122