BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Perkembangan
bahasa atau komunikasi pada anak merupakan salah satu aspek dari tahapan
perkembangan anak yang seharusnya tidak luput juga dari perhatian para pendidik
pada umumnya dan orang tua pada khususnya. Pemerolehan bahasa oleh anak-anak merupakan prestasi manusia yang paling hebat dan
menakjubkan. Oleh sebab itulah masalah ini mendapat perhatian besar.
Pemerolehan bahasa telah ditelaah secara intensif sejak lama. Pada saat itu
kita telah mempelajari banyak hal mengenai bagaimana anak-anak berbicara,
mengerti, dan menggunakan bahasa, tetapi sangat sedikit hal yang kita ketahui
mengenai proses actual perkembangan bahasa.
Perkembangan bahasa anak pada usia enam sampai dua belas merupakan
sesuatu yang kompleks. Artinya banyak faktor yang turut berpengaruh dan saling
terjalin dalam berlangsungnya proses perkembangan anak. Baik unsur-unsur bawaan
maupun unsur-unsur pengalaman yang diperoleh dalam berinteraksi dengan
lingkungan yang saling memberikan kontribusi tertentu terhadap arah dan laju
perkembangan anak tersebut.
Al-Ghazali dalam bukunya yang berjudul Ihya Ulumuddin telah menyebutkan:
“Perlu diketahui bahwa jalan untuk melatih anak-anak termasuk urusan yang
paling penting dan harus mendapat prioritas yang lebih dari yang lainnya”. Anak
merupakan amanat di tangan kedua orang tuanya dan kalbunya yang masih bersih
merupakan permata yang sangat berharga. Jika ia dibiasakan untuk melakukan
kebaikan (dalam lingkungan rumah tangga dan lingkungan sosial), niscaya dia
akan tumbuh menjadi baik dan menjadi orang yang bahagia di dunia dan akhirat.
Sebaliknya jika dia dibiasakan dengan keburukan (dalam lingkungan rumah tangga
dan lingkungan sosial) serta diterlantarkan, niscaya dia akan menjadi orang
yang celaka dan berdampak sangat buruk bagi perkembangan baik fisik, mental,
maupun spiritual sang anak.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN BAHASA
Bahasa
merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian
ini, tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan
dinyatakan dalam bentuk lambang atau simbol untuk mengungkapkan sesuatu
pengertian, seperti dengan menggunakan lisan, tulisan, isyarat, bilangan,
lukisan, dan mimik muka.
Bahasa
merupakan faktor hakiki yang membedakan manusia dengan hewan. Bahasa merupakan
anugerah dari Allah SWT, yang dengannya manusia dapat mengenal atau memahami
dirinya, sesama manusia, alam, dan penciptanya serta mampu memposisikan dirinya
sebagai makhluk berbudaya dan mengembangkan dirinya.
Bahasa
sangat erat kaitannya dengan perkembangan berpikir individu. Perkembangan
pikiran individu tampak dalam perkembangan bahasanya yaitu kemampuan membentuk
pengertian, menyusun pendapat, dan menarik kesimpulan.
Perkembagan
pikiran itu dimulai pada usia 1-6 tahun, yaitu pada saat anak dapat menyusun
kalimat 2 atau 3 kata. Laju perkembangan itu sebagai berikut.
a.
Usia 1, 6
tahun, anak dapat menyusun pendapat positif, seperti : “bapak makan”.
b.
Usia 2, 6
tahun, anak dapat menyusun pendapat negative (menyangkal), seperti “bapak tidak
makan”.
c.
Pada usia
selanjutnya, anak dapat menyusun pendapat :
1.
Kritikan : “ini
tidak boleh, ini tidak baik”.
2.
Keragu-raguan :
“barangkali”, “mungkin”, “bisa jadi”. Ini terjadi apabila anak sudah menyadari
akan kemungkinan kekhilafannya.
3.
Menarik
kesimpulan analogi, seperti : anak melihat ayahnya tidur karena sakit, pada
waktu lain anak melihat ibunya tidur, dia mengatakan bahwa “ibu tidur karena
sakit”.[1]
B.
PERKEMBANGAN
BERBAHASA ANAK USIA 6-12 TAHUN
Dengan
meluasnya cakrawala sosial anak-anak, anak menemukan bahwa berbicara merupakan
sarana penting untuk memperoleh tempat di dalam kelompok. Hal ini membuat
dorongan yang kuat untuk berbicara dengan baik. Anak juga mendapatkan bahwa
bentuk-bentuk komunikasi yang sederhana seperti menangis dan gerak isyarat,
secara sosial tidak diterima. Hal ini menambah dorongan untuk memperbaiki
kemampuannya berbicara. Yang paling penting, anak mengetahui bahwa inti
komunikasi adalah bahwa ia mampu mengerti apa yang dikatakan orang lain. Kalau
anak tidak mengerti apa yang dikatakan orang lain, tidak saja bahwa ia tidak
dapat berkomunikasi, tetapi juga lebih parah lagi ia cenderung mengatakan
sesuatu yang sama sekali tidak berhubungan dengan apa yang dibicarakan oleh teman-teman
sehingga ia tidak diterima dalam kelompok.[2]
Belajar
bahasa yang sebenarnya baru dilakukan oleh anak berusia 6-7 tahun, disaat anak
mulai bersekolah. Jadi, perkembangan bahasa adalah meningkatnya kemampuan
penguasaan alat berkomunikasi, baik alat komunikasi dengan cara lisan,
tertulis, maupun menggunakan tanda-tanda isyarat. Mampu dan menguasai alat
komunikasi disini diartikan sebagai upaya seseorang untuk dapat memahami dan
dipahami oleh orang lain.[3]
Periode
prasekolah merupakan waktu untuk mempelajari aturan tata bahasa
transformasional (transformational grammar) yang memungkinkan mereka mengubah
kalimat deklaratif menjadi kalimat dengan jenis lain seperti kalimat tanya,
negasi,imperative, anak kalimat atau kalimat majemuk. Ketika memasuki sekolah,
anak mempelajari banyak aturan sintaksis dari bahasa mereka dan dapat
menghasilkan berbagai variasi pesaan seperti layaknya orang dewasa. Bahasa anak
pada usia ini juga bertambah majemuk karena mereka lebih tertarik dengan makna
dan hubungan kontras atau lawan kata. Anak prasekolah juga mulai memahami
berbagai pelajaran pragmatic seperti menyesuaikan pesan mereka dengan kemampuan
pendengar dalam memahami sesuatu jika mereka ingin dimengerti. Kemampuan untuk
menghasilkan pesan verbal, mengenali pesan yang tidak jelas tersebut
(referential communication skill) telah berkembang baik, meskipun mereka masih
baru dapat mendeteksi pesan yang tidak informative dan baru belajar untuk
menanyakan klarifikasi.[4]
Usia
sekolah dasar merupakan masa berkembang pesatnya kemampuan mengenal dan
menguasai perbendaharaan kata (vocabulary). Pada awal masa ini, anak sudah
menguasai sekitar 25.000 kata, dan pada masa akhir (usia 11-12 tahun) telah
dapat menguasai sekitar 50.000 kata. Dengan dikuasainya keterampilan membaca dan
berkomunikasi dengan orang lain, anak sudah gemar membaca atau mendengarkan
cerita yang bersifat kritis (tentang perjalanan/petualangan, riwayat para
pahlawan, dsb). Pada masa ini tingkat berpikir anak sudah lebih maju, dia
banyak menanyakan soal waktu dan sebab akibat. Oleh sebab itu, kata tanya yang
dipergunakannya pun semula hanya “apa”, sekarang sudah diikuti dengan
pertanyaan: “dimana”, “dari mana”, “ke mana”, “mengapa”, dan “bagaimana”.
Di
sekolah diberikan pelajaran bahasa yang dengan sengaja menambah perbendaharaan
katanya, mengajar menyusun struktur kalimat, pribahasa, kesusastraan dan
keterampilan mengarang. Dengan dibekali pelajaran bahasa ini, diharapkan
peserta didik dapat menguasai dan mempergunakannya sebagai alat untuk:
a.
Berkomunikasi
dengan orang lain,
b.
Menyatakan isi
hatinya (perasaannya),
c.
Memahami
keterampilan mengolah informasi yang diterimanya,
d.
Berpikir
(menyatakan gagasan atau pendapat),
e.
Mengembangkan
kepribadiannya, seperti menyatakan sikap dan keyakinannya. (perasaannya).[5]
Masa kanak-kanak sampai awal masa remaja merupakan periode untuk
memperhalus bahasa (linguistic refinement). Anak mempelajari pengecualian
khusus dalam aturan tata bahasa dan mulai memahami struktur sintatikal yang
paling majemuk. Perbendaharaan bahasa menjadi lebih meningkat. Anak memiliki
pengetahuan tentang morfem yang menyusun kata-kata (morphological knowledge).
Selain itu, anak juga mengembangkan kemampuan untuk berpikir tentang bahasa dan
memberikan komentar dengan kata sebutan yang merupakan predictor yang baik
dalam prestasi membaca. Keterampilan komunikasi referensial meningkat sejalan
dengan semakin berhati-hatinya mereka untuk mengklarifikasi pesan yang tidak
informative yang mereka keluarkan atau mereka terima. Kesempatan untuk
berkomunikasi dengan saudara yang lebih muda atau teman sebaya memiliki
kontribusi terhadap perkembangan keterampilan berkomunikasi.[6]
Pengucapan
Kesalahan dalam pengucapan kata-kata lebih sedikit pada usia ini
daripada sebelumnya. Sebuah kata baru mungkin ketika pertama kali digunakan,
diucapkan dengan tidak tepat, tetapi setelah beberapa kali mendengar pengucapan
yang benar, anak sudah mampu mengucapkannya secara benar. Namun tidak
sedemikian halnya pada anak dari kelompok sosial yang lebih rendah yang di
rumah lebih banyak mendengar kata-kata salah ucap daripada anak dari lingkungan
rumah yang lebih baik , apalagi anak dari lingkungan rumah yang berbahasa dua.
Pembentukan
kalimat
Anak usia enam tahun harus sudah menguasai hampir semua jenis
struktur kalimat. Dari 6 sampai 9 atau 10 tahun, panjang kalimat akan
bertambah. Kalimat panjang biasanya tidak teratur dan terpotong-potong.
Berangsur-angsur setelah usia 9 anak mulai menggunakan kalimat yang lebih
singkat dan lebih padat.
Kemajuan
dalam pengertian
Dengan meningkatnya minat dalam keanggotaan kelompok maka meningkat
pula minat untuk berkomunikasi dengan anggota-anggota kelompok. Anak segera
mengetahui bahwa komunikasi yang bermakna tidak dapat dicapai kecuali ia
mengerti arti dari apa yang dikatakan oleh orang orang lain kepadanya. Ini
menimbulkan dorongan untuk meningkatkan pengertiannya.
Peningkatan dalam pengertian juga dibantu oleh pelatihan
konsentrasi di sekolah. Anak segera mengetahui bahwa ia harus menaruh perhatian
terhadap setiap kejadian di kelas-apa yang dikatakan oleh guru-guru dan
teman-teman kalau ingin mengerti semua pelajaran dengan baik. Di beberapa
sekolah, kegagalan berkonsentrasi di hukum dengan tidak boleh pulang seusai
sekolah atau mengerjakan pekerjaan tambahan.
Seperti halnya dengan anak yang lebih muda, konsentrasi
ditingkatkan dengan mendengarkan radio dan melihat televise dan hal ini
selanjutnya meningkatkan pengertian. Di samping itu anak yang lebih besar tidak
ragu-ragu bertanya tentang kata, ungkapan, bahkan kalimat yang kurang berarti
bagi dirinya.
Mungkin bantuan yang paling penting untuk meningkatkan pengertian
adalah peralihan yang biasanya terjadi dari pembicaraan egosentris ke
pembicaraan sosial. Selama anak berbicara mengenai diri sendiri, ia selalu berpikir
tentang diri sendiri. Ini menghambat pemberian perhatian terhadap apa yang
dikatakan orang lain. Di lain pihak bilamana pembicaraan menjadi lebih sosial
maka ada dorongan yang lebih besar untuk memperhatikan apa yang dikatakan orang
lain sehingga pengertiansangat meningkat.
Isi
pembicaraan
Saat anak mengalihkan pembicaraan egosentris kepada pembicaraan
yang bersifat sosial tidak sepenuhnya bergantung pada usia tetapi juga
bergantung pada kepribadian, banyaknya kontak sosial, kepuasan yang diperoleh
dari kontak sosial dan besarnya kelompok kepada siapa ia berbicara. Semakin
besar kelompok, dengan kondisi-kondisi lain yang sama, semakin sosiallah sifat
pembicaraan. Juga, kalau anak bersama teman-temannya, pembicaraan umumnya tidak
terlampau egosentris dibandingkan bila ia berada bersama orang-orang dewasa.
Banyak orang dewasa mendorong pembicaraan egosentris pada anak-anak, sedangkan
teman-temannya selain tidak mendorong juga tidak menghiraukan anak yang tetap
berbicara tentang dirinya sendiri.
Anak dapat berbicara mengenai apa saja, tetapi pokok pembicaraan
yang digemari bila bercakap-cakap dengan teman-temannya menjadi pengalamannya
sendiri, rumah dan keluarga, ,permainan, olahraga, film, acara televise,
aktivitas kelompok, seks, organ seks dan fungsi-fungsinya, dan tentang
keberanian teman sebaya yang mengakibatkan kecelakaan. Bila anak bersama orang
dewasa, biasanya orang dewasa yang menentukan pokok pembicaraan.
Kalau anak berbicara tentang dirinya sendiri, biasanya terjadi
dalam bentuk bualan. Anak membual tentang segala hal yang berhubungan dengan
diri sendiri seperti kehebatannya dalam keterampilan dan prestasi. Anak tidak
terlampau banyak membual mengenai apa yang dimiliki seperti apa yang sering
dilakukan oleh anak yang lebih muda. Biasanya, membual sangat umum dilakukan
oleh anak antara usia 9 dan 12 tahun, terutama oleh anak laki-laki.
Anak-anak juga sering mengkritik dan menertawakan orang. Kritik
dapat disampaikan secara terbuka dan juga diam-diam. Kritik terhadap orang
dewasa biasanya diungkapkan dalam bentuk usulan atau keluhan, seperti “mengapa
anda tidak melakukannya begini?” atau anda tidak memperbolrhkan aku melakukan
hal-hal yang dilakukan oleh teman-teman lain.” Kritik terhadap anak lain sering
kali dalam bentuk memaki, menggoda atau memberi komentar-komentar yang
merendahkan.
Berapa banyak peningkatan dalam isi pembicaraan dan dalam cara
mengungkapkan apa yang ingin dikatakan tidak sepenuhnya bergantung pada
kecerdasan, tetapi juga pada tingkat sosialisasi. Anak yang popular mempunyai
keinginan yang kuat untuk memperbaiki mutu pembicaraan. Dari pengalaman
pribadi, anak belajar bahwa kata-kata dapat menyakitkan hati dan bahwa anak
yang popular adalah anak-anak yang pembicaraannya menambah kegembiraan dalam
hubungan dengan teman-teman sebaya.
Banyak
bicara
Tahap mengobrol, yang merupakan ciri dari awal masa kanak-kanak,
berangsur-angsur digantikan oleh pembicaraan yang lebih terkendali dan lebih
terseleksi. Anak tidak lagi berbicara sekedar untuk bicara tanpa memperdulikan
apakah ada yang memperhatikan. Sekarang anak menggunakan pembicaraan sebagai
bentuk komunikasi, bukan sebagai bentuk latihan verbal.
Dengan berjalannya periode akhir masa kanak-kanak, banyaknya bicara
makin lama makin berkurang. Mula-mula ketika anak masuk sekolah, ia masih
sering melakukan obrolah tanpa arti yang banyak di lakukan pada tahun-tahun pra
sekolah. Namun, anak segera mengetahui bahwa hal ini tidak lagi
diperbolehkan-anak hanya boleh berbicara kalu diizinkan oleh guru.
Di dalam kelompok teman-teman sebaya, anak yang lebih besar juga
menemukan bahwa berbicara terus-menerus dapat mengganggu teman-teman dan
merupakan cara yang tepat untuk kehilangan teman. Di samping itu anak menemukan
bahwa teman-teman juga ingin memperoleh kesempatan untuk berbicara dan tidak
menyukai anak yang menguasai
pembicaraan.
Beberapa anak bicara tidak sebanyak yang diinginkan karena dicemooh
oleh teman-teman berhubung “ucapan-ucapan yang lucu,” karena berbahasa dua atau
karena isi pembicaraan bersifat tidak sosial sehingga dimarahi teman-teman.
Anak yang lain menemukan bahwa kalau ia mencoba menguasai pembicaraan maka hal
ini akan menyebabkan penolakan sosial sehingga mereka mengekang keinginan untuk
berbicara.
Sepanjang tahun-tahun akhir masa kanak-kanak, anak perempuan
berbicara lebih banyak daripada anak laki-laki, dan anak dari kelompok sosial
ekonomi yang lebih rendah. Anak laki-laki mengetahui bahwa terlalu banyak
bicara kurang sesuai dengan peran seks laki-laki sedangkan anak dari kelompok
sosial ekonomi lebih rendah takut ditertawakan karena mutu pembicaraannya
buruk.
Secara normal, menjelang berakhirnya masa kanak-kanak, anak-anak
semakin sedikit berbicara. Ini bukan disebabkan anak takut dikritik atau
dicemooh melainkan merupakan sebagian dari sindroma menarik diri yang merupakan
ciri dari masa puber. [7]
C.
FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI ANAK DALAM BERBAHASA
Pengaruh
lingkungan yang berbeda antara keluarga, masyarakat, dan sekolah dalam
pengembangan bahasa, akan menyebabkan perbedaan antara anak satu dengan yang
lain. Hal ini ditunjukkan oleh pemilihan dan penggunaan kosa kata sesuai dengan
tingkat sosial keluarganya. Keluarga dari masyarakat lapisan berpendidikan
rendah atau buta huruf, akan banyak menggunakan bahasa pasar, bahasa
sembarangan, dengan istilah yang “kasar”. Masyarakat terdidik yang pada umumnya
memiliki satus sosial yang lebih baik, akan menggunakan istilah-istilah yang
lebih efektif, dan umumnya anak-anak remajanya juga berbahasa secara lebih
baik.[8]
Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh faktor-faktor kesehatan,
inteligensi, status sosial ekonomi, jenis kelamin, dan hubungan keluarga.
1.
Faktor
Kesehatan. Kesehatan merupakan faktor yang
sangat mempengaruhi perkembangan bahasa anak, terutama pada awal kehidupannya.
Apabila pada usia dua tahun pertama, anak mengalami sakit terus-menerus, maka
anak tersebut cenderung akan mengalami kelambatan atau kesulitan dalam
perkembangan bahasanya. Oleh karena itu, untuk memelihara perkembangan bahasa
anak secara normal, orang uta perlu memperhatikan kondisi kesehatan anak. Upaya
yang dapat ditempuh adalah dengan cara memberikan ASI, makanan yang bergizi,
memelihara kebersihan tubuh anak atau secara regular memeriksakan anak ke
dokter atau ke puskesmas.
2.
Inteligensi. Perkembangan bahasa anak dapat dilihat dari tingkat inteligensinya.
Anak yang perkembangan bahasanya cepat, pada umumnya mempunyai inteligensi
normal. Namun begitu, tidak semua anak yang mengalami kelambatan perkembangan
bahasanya pada usia awal, dikategorikan sebagai anak yang bodoh.
3.
Status Sosial
Ekonomi Keluarga. Beberapa
studi tentang hubungan antara perkembangan bahasa dengan status sosial ekonomi
keluarga menunjukkan bahwa anak yang berasal dari keluarga miskin mengalami
kelambatan dalam perkembangan bahasanya dibandingkan dengan anak yang berasal
dari keluarga yang lebih baik. Kondisi ini terjadi mungkin disebabkan oleh
perbedaan kecerdasan atau kesempatan belajar (keluarga miskin diduga kurang
memperhatikan perkembangan bahasa anaknya), atau kedua-duanya.
4.
Jenis Kelamin. Pada tahun pertama usia anak, tidak ada perbedaan dalam
vokalisasi antara pria dengan wanita. Namun mulai usia 2 tahun, anak wanita
menunjukkan perkembangan yang lebih cepat dari anak pria.
5.
Hubungan
Keluarga. Hubungan ini dimaknai sebagai
proses pengalaman berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan keluarga,
terutama dengan orang tua yag mengajar, melatih dan memberikan contoh berbahasa
kepada anak. Hubungan yang sehat antara orang tua dengan anak (penuh perhatian
dan kasih sayang dari orang tuanya) memfasilitasi perkembangan bahasa anak,
sedangkan hubungan yang tidak sehat mengakibatkan anak akan mengalami kesulitan
atau kelambatan dalam perkembangan bahasanya. Hubungan yang tidak sehat itu
berupa sikap orangtua yang keras/kasar, kurang kasing sayang, atau kurang
perhatian untuk memberikan latihan dan contoh dalam berbahasa yang baik kepada
anak, maka perkembangan bahasa anak cenderung akan mengalami stagnasi atau
kelainan, seperti: gagap dalam berbicara, tidak jelas dalam mengungkapkan
kata-kata, merasa takut untuk mengungkapkan pendapat, dan berkata yang kasar
atau tidak sopan.[9]
BAB III
KESIMPULAN
Bahasa adalah sarana berkomunikasi dengan orang lain. Dalam
pengertian ini tercakup semua cara berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan
dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau gerak dengan menggunakan
kata-kata,kalimat, bunyi, lambang, gambar, atau lukisan. Dengan bahasa semua
manusia dapat mengenal dirinya, sesama manusia, alam sekitar, ilmu pengetahuan
dan nilai-nilai moral atau agama.Bahasa merupakan anugerah dari Allah SWT, yang
dengnnya manusia dapat mengenal atau memahami dirinya, sesama manusia, alam,
dan penciptanya serta mampu memposisikan dirinya sebagai makhluk berbudaya dan
mengembangkan dirinya.
Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh faktor-faktor kesehatan,
inteligensi, status sosial ekonomi, jenis kelamin, dan hubungan keluarga.Bantuan
untuk memperbaiki pembicaraan pada akhir masa kanak-kanak berasal dari empat
sumber. Pertama, orang tua dari kelompok sosial ekonomi menengah ke atas merasa
bahwa berbicara sangat penting sehingga mereka memacu anak-anak mereka untuk
berbicara lebih baik dengan memperbaiki setiap ucapan yang salah, memperbaiki
kesalahan tata bahasa dan mendorong untuk berperan serta dalam setiap
pembicaraan keluarga yang bersifat umum. Kedua, radio dan televise memberikan
contoh yang baik bagi pembicaraan anak-anak yang lebih besar sebagaimana hal
nya bagi-bagi anak-anak selama tahun-tahun prasekolah. Radio dan televise juga
mendorong untuk di dengarkan secara seksama sehingga kemampuan untuk mengerti
apa yang dikatakan orang lain meningkat. Ketiga, setelah anak belajar membaca,
ia menambah kosa kata dan terbiasa dengan bentuk kalimat yang benar. Dan
keempat, setelah anak mulain sekolah, kata-kata yang salah ucap dan arti-arti
yang salah biasanya cepat diperbaiki oleh guru.
Dengan bahasa seseorang dapat menguasai hikmah dan ilmu
pengetahuan. Keterampilan menggunakan bahasa dikuasai secara berangsung-angsur.
Kemajuan seseorang dalam mempelajari bahasa terlihat dari perkembangan
kemampuan bahasa yang dimiliki.
DAFTAR PUSTAKA
Aliah B. Purwakania Hasan, (2008), Psikologi Perkembangan
Islami, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi
Perkembangan, Jakarta: Erlangga.
Sunarto, Agung Hartono, Perkembangan
Peserta Didik, Jakarta: Rineka Cipta.
Yusuf,
Syamsu,(2011),Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
[1]Yusuf,
Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2011), h. 118-119
[2]
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga), hal.151
[3] Sunarto,
Agung Hartono, Perkembangan Peserta Didik,(Jakarta: Rineka Cipta), hal. 137
[4]Aliah
B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2008), hal. 225
[5]
Yusuf, Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011), h. 179-180
[6]
Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2008), hal. 227
[7]Elizabeth
B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga), hal. 151-154
[8]Sunarto,
Agung Hartono, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: Rineka Cipta), hal. 138
[9]Yusuf,
Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2011), h. 121-122
assalamu'alaikum... terima kasih
BalasHapusCasino Slot Games - Mapyro
BalasHapusPlay 상주 출장샵 Slots. Slots. No download & No registration required. Play Now & Earn Bonus Credits. Play 의정부 출장마사지 Now. Slot Demo. Play Now. 의왕 출장샵 Mobile. No 김제 출장샵 Signup. No Download. No Registration. No 경기도 출장마사지